Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Bintang Malam Lalu

Menunggu Gelap Suatu Hari Nanti Manusia pongah. Langkah menggagah, seakan hidup 'kan selamanya. Suara menuai resah orang-orang lemah. Dan, mereka semakin tertawa menatap rintih tuah wajah -wajah tak berdaya. Pamflet merdeka mengudara. Menuding. Mendenging dari celah-celah ranting. Protes terbuka menyesaki jalan raya. Kata-kata, air mata membasahi telinga. Dan, darah pukulan di jidat mereka tetap tak mengubah derita. Luka masih mendunia. Tak ada yang menolong kita... Kedamaian , kejayaan, ketentraman hidup yang yang kau impikan : bagai bintang malam lalu . Singgahnya di atas rambutmu, tak jamin serupa di gulita waktumu kini. Rotasi. Revolusi. Gerak berontak. Bukan soal masa, bukan soal garis nasibnya. Ini soal aku , kamu, dia pada mereka : kutu busuk di tangga puncak rantai kebuasan . Harus kita diam kan, atau kita musnahkan? Padamu, kutanyakan! Sumber Gambar : Nikicomic - Wallpaper Star Night

Dusun Persinggahan

Tanah Impian Mendaki Perjalanan ku susuri Hening alam Sunyi diam Langit tersenyum dalam mendung yang mendegam Gentar hujan ku telan Ragu bayu ku singkirkan Petualangan ini menakjubkan Bagaimana mungkin harus ku tinggalkan? Dan kampung perhelaan menyapaku Tubuhnya merentang panorama Biru. Teduh menyeluruh Adakah kata mewakilinya selain 'pesona'? Adakah kesan memujinya selain 'indah'? Dan ku biarkan tubuhku,     hati ku,    pikirku,    dijajahnya hingga senja menenggelamkanku Di dalam rindu Di dalam jingga perhentianku Khusyuk menasbih wajah mu,    Duhai, Dusun Persinggahan     Sudikah kau menerimaku lagi nanti?    Setelah pengembaraan ini? Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Sepeda Tua

Berapa Harga Jasa Mereka? Sepeda tua Teronggok di dinding kumuh Menatap beku Di antara kebisingan sudut kota ku Beribu waktu ia habiskan di situ Menunggu sang Tuan Letakkan tumpukan koran Atau usai lunasi setoran Dan. Ia 'kan kembali berkelana Menerjang kebisuan jalanan Di kepungan janji tanpa perbincangan Kepungan asap adalah sahabat Percikan hujan karib yang erat Ketika saatnya tiba,     ia percaya Ia menutup hari di pasar desa Entah dalam barisan barang nostalgi Atau merepih setiap jengkal diri. Terjagal Apakah yang harus disesali? Bukankah karena dirinya sebuah keluarga tak kelaparan? Bukankah karena dirinya sejuta mimpi tergapaikan? Bukankah karena Tuhan melaluinya? Alasan apa 'tuk menyesali? Ia hanya sepeda tua Begitulah selamanya... Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi