Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Mengintip Dunia

Hambatan Malu -malu Sesosok manusia mengintip dunia Dari balik jendela Dari persembunyian hijau muda Sesekali mata nya perangah; Sesekali gelisah Sesekali mulutnya terbuka; Sesekali katup gulana Hatinya ingin ke sana : padang sabana yang tak terjamah olehnya Suara-suara memanggilnya, Suara-suara mengajaknya Dan. Gentar mengalahkan nyalinya Malu-malu Sesosok manusia melongok semesta Setiap hari Setiap kali bisik jiwa melambaikan tangan padanya Dan setiap itu pula : ia tak pernah bisa menyongsongnya Takkan pernah... Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Serdadu Tanah Airku

Darma Mulia Pada Bangsa & Negara Gegap langkah kakimu Bak irama merdeka Mengundang tawa nusantara jaya Hai, Serdadu ! Kemana kini kau menuju? Lantang suara. Tajam sorot mata Bak harimau sabana Menebar gentar serigala padang bulan Hai, Serdadu! Dimana kau labuhkan kokang senjata mu? Tekadmu ksatria Demikian kakek nenekku dulu ber kisah Laksana gelombang samudera Menyapu senyap kepengecutan bela bangsa Hai, Serdadu! Bagaimana kau dendangkan bisik hati mu? Serdadu tanah airku Serdadu ibu pertiwiku Haruskah kau sembunyikan jiwamu    di balik hasutan nafsumu? Haruskah kau kerdilkan sejarah    di tumpukan bangsatnya dunia ? Ah. Tak terlalu murahkah? Kepadamu, aku percaya Semoga... Sumber Gambar : TNI AD Official Website , TNI AU Official Website , TNI AL Official Website , dan Merdeka.com   dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar

Elegi Evolusi Tragedi

Masihkah Kita Tak Menyadari? - Dunia senjata, belasan musim di belakang kita Dulu. Ke mati an berawal dari kegilaan akalmu. Beranjak menjadi orasi. Berangkat menjadi pasukan besi. Invasi. Bumi terbelah; langit memerah. Samudera menjadi danau amarah. Telaga menjadi kolam simbahan darah. Mayat-mayat : tak terbungkus berkalang tanah . Tangis. Dendam meritmis. Krisis. - Dunia maya, seperempat detik di depan , balik, atas, bawah, dan celah ketiak kita Kini. Kematian berawal dari kebodohan akalmu. Beralih menyulap teknologi . Bergerak menyihir kemurnian hati. Kematian tradisi. Cinta terpisah; hasrat menuah. Jiwa menjelma padang   mazmumah . Dada merekah menampung petaka. Zombi-zombi : berlintas waktu di depan kaca . Pasrah. Menenggelamkan diri sendiri tanpa murka. Ironis. Elegi evolusi tragedi mematik. Miris menitik... Sumber Gambar : Berbagi Ilmu dan The Epoch Times dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar

Improvisasi

Improv! Tak perlu kaku Berjalanlah dengan iramamu! Kata siapa bising itu sinting? Kata siapa berdebu itu kelabu? Tengoklah riuh rendah di depan kepalamu! Keindahan mana yang seperti itu? Tak perlu kaku Berjalanlah! Berjalanlah! Dan, Tak perlu bisu! Bernyanyi lah dengan hatimu! Kata siapa sumbang itu jalang? Kata siapa buta nada memaksamu kehilangan suara ? Kata siapa, hah? Dengarkan sahut bunyi di balik telingamu! Kemerduan mana memersis itu? Tak perlu bisu! Bernyanyilah! Bernyanyilah! Improvisasilah! Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Merdeka (Dalam Langkah & Do'a)

Puja Aroma senja menyengat lamunku Ada diam di hatiku Ada sendu di pikirku Sayup angin bicara; sayup laut menerka Di pesisir ku termenung memandang cakrawala Bulan Qur'an singgah ribuan detik yang lalu Kini Tinggal bayang-bayang manis tersisa di balik punggungku Dulu. Ia singgah di hari yang sama denganku saat ini Dulu. Se musim yang lalu Dulu. Ia datang membawa taqwa Dulu. Bersama kidung-kidung pujangga teruntuk Dia Yang Maha Segala Dulu. Ia dendangkan damai Kini. Tinggal bias asa melerai : kegetiranku yang menyemai Ada kah bendera merdeka berkibar pesona? Adakah ia menegak sentausa dalam lantunan puja? Adakah? Aroma senja mengutuk lamunku Ada suara merdu memanggilku Ada tawa riuh menyapaku Mereka anakku. Mereka cucu ku. Mereka benih bangsa penerus cita Sayup angin menerpa; sayup laut mendamba Ku pinta pada Tuhan Yang Esa Merdeka bumiku : dalam langkah dan do'a Kini. Nanti Hingga lapuk jasadku di dasar bumi Hingga sajakku tak didengar l

Kebebasanku (Inilah Aku)

Dan Inilah Aku Dan inilah aku . Inilah kebebasanku . Haruskah kutegaskan padamu? Ku arungi langkah ku sendiri. Tak peduli apapun pendapatmu. Persetan dengan segala hujatmu. Inilah aku. Inilah jalan ku. Kata . Rima. Nada. Mengalir dalam darah mu memuja segala. Buat apa mendengarkan petuahmu jika kau gentar menjadi aku? Gunakah menuruti ocehmu jika kau tak mengenal alur takdirku? Inilah aku. Inilah hidup ku. Ku tak mau menuruti arus gelombang. Biarpun ia menegaskan pada lembah elok yang memadang . Ku tak mau mengikuti laju sang bayu. Untuk apa begitu?  Inilah aku. Inilah pikirku. Agama . Sejarah . Pandangan kekuasaan yang kau sodorkan di jidatku. Mengapa ku harus mengikutinya? Bukankah aku punya jiwa? Haruskah kau paksakan mereka seakan aku tak bisa membedakannya : mana yang benar dan mana yang salah ?  Kau lupa dirimu sendiri sesat memandang mereka? Haruskah ku mengikutinya? Inilah aku. Inilah hatiku. Ku lalui umurku dengan taqwaku. Asas. BisikanNya sudah menjelas. Seta

Telah Lalu

Ia Pergi; Jiwa Kita Pun Jua Telah lalu Ramadhan yang biru Ramadhan yang setahun lalu ku rindu Kini Jejaknya menjadi sepi Sepi menjadi buih Buih menjadi repih : kenangan yang kembali dinanti Habis sudah sepasang mata yang bersi kerjap Setiap kali terjaga dari lelap Setiap kali sahur sunnah kita 'tuk bersantap Habis sudah syukur di meja makan Setiap kali gaung bedug mengusir senja Setiap kali teja merah mengambang di udara Habis sudah persinggahan ke rumah Tuhan Setiap kali malam turun beriringan Setiap kali gema Isya' bersahutan Lihatlah mereka di kebisingan itu! Lihatlah mereka di keglamoran! Lihatlah mereka di persimpangan itu! Kita kembali berkejaran dengan bayang -bayang Kita kembali melesak menembus alam jalang Dunia yang sejenak kita selipkan di tikar ketaqwaan    kini kita kenakan    kini kita sombongkan    kini kita tunjukkan pada Tuhan       yang bersigeleng penuh keheranan Ah, Manusia . Beginilah manusia... Sumber Gambar : Doku

Salam Tempel (Potret Seorang Bocah)

Ada Pesan di Balik Kekayaanmu Seorang bocah Duduk manis di ruang tamu Jemari kecilnya yang lugu Silap-selip hitungi uang di saku Seribu, dua ribu    lima ribu, sepuluh ribu    ah, tiga puluh ribu Alhamdulillah , gumamnya lepas 'Untuk bantu Ummi membeli beras' Desau pikirnya yang bebas Teringat sepiring nasi yang dilahapnya berdua    hingga sunyi tak bersisa Malam takbir yang lalu... Subhanallah! *** Seorang bocah Bersijengkang di kamar remang Jari kekarnya koreki dompet mewah Mencoba jumlahi pemberian sanak saudara Sepuluh ribu, dua puluh ribu    seratus ribu, dua ratus ribu    ah, sejuta Pelit sekali mereka , gerutunya marah 'Tak leluasa ku beli potret gerak para bidadari jahiliah' Makinya sendiri bergumul desah Terbayang betina jalang di layar kaca syahwat, Terkilas semu kenikmatan yang lewat Terkenang ia akan tarian tangan yang leluasa    hingga pagi silau mengingatkannya Malam takbir yang lalu... Naudzubillah summa naudzubil

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H

Alhamdulillah ALLAHU AKBAR ... Allahu akbar... Allahu akbar... La illaha illallahu allahu akbar... Allahu akbar wa lillahilham... Tak terasa Sahabat Manyar , tiba jualah kita semua di hari yang kita nantikan : hari kemenangan , hari kemerdekaan , hari yang fitri . 'Idul Fitri.' Dua kata yang kita sambut kedatangannya dengan berpuasa sebulan penuh di kala Ramadhan , tertib dan rutin menjalankan shalat tarawih, sedekah dengan ikhlas, menunaikan zakat fitrah, dan senantiasa memperbaiki diri serta memerangi hawa nafsu. The day has come , Sahabat Manyar. Perjuangan kita sebulan penuh Allah SWT. berikan ganjaran pada kita di hari ini. Insya Allah kita kembali dijadikan suci sebagaimana seorang bayi yang dilahirkan dari rahim ibunya. Insya Allah dosa-dosa kita yang menggunung telah Allah SWT. hapuskan dari diri kita. Insya Allah segala kebaikan dan ketaatan yang kita jalankan selama Ramadhan Allah SWT. ganjarkan pada kita di hari ini. Subhanallah... Alhamdulillah ... La

Zakat

Ketika Dunia Menguasai Hati Kita... Detik menjelang Batas akhir di ujung pandang Bagai kilatan pedang Senandung perpisahan sayat terdengar mengumandang Sendu mengerang Seratus juta wajah -wajah sayu Berselaput mega kelabu;    antri di barisan kaum layu Asa damba menerka Iman jua menyerba Yakin surya esok secercah bagi mereka Di sekeliling mereka Selusin kepala memandang dengan kecewa Tangan-tangan nista mereka;    ragu-ragu sisihkan zakat jiwa Kekikiran menitik nadir Fakir; nurani mengerdil Sementara itu Antrian makin membelakang Tengadah tangan-tangan harapan menjuntai ke langit Dan firman turun susupi hati yang sempit Dan... tiada terbangkit Seratus juta wajah-wajah lesu    menabur cemburu... Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Sedekah Kini (Dan Kikir Nanti)

Lihatlah hari ini ! Berbondong anak manusia Antri! Berdiri di muka pintu orang-orang papa Beginikah Kita? Raut senyum sapa mereka    bagai malaikat ambles dari surga Raut ramah duli mereka    laksana dermawan pujaan Menyuguhkan tangan dan perasaan Dan. Benar Memanglah demikian Untuk Ramadhan kali ini Nanti Ketika gema takbir Syawal menebal Nurani mereka kembali batu Curiga pada sosok wajah -wajah berdebu Mengutuk mereka menjadi penuduh Dengan jari menelapak angkuh Menolak. Menghardik Walau dengan hati mendelik Ah. RamadhanMu terlalu singkat, Tuhan ... Sumber Gambar : DuniaKorap dan Pejuang Mimpi dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar

Mengisi Detik-Detik Perginya Ramadhan - Jum'at Terakhir Ramadhan 1434 H

Kepergian Yang Disesali SAHABAT MANYAR , tibalah jua di Jum'at terakhir di bulan Ramadhan 1434 H . Hari-hari yang mulia di bulan Ramadhan segera berlalu. Puasa Ramadhan dan shalat tarawih yang memperkokoh solidaritas sosial  akan sirna. Tapi, kita harus bersyukur karena "jebakan" di bulan Ramadhan akan pergi untuk sebelas bulan ke depan dan selanjutnya... kita akan terjebak pada keduniawian lagi sampai sebelas bulan ke depan... Sesuai judul artikel kita di pertemuan terakhir kita ini edisi diskusi Jum'at Ramadhan, saya  akan mengajak Sahabat Manyar dimanapun berada untuk Mengisi Detik-Detik Perginya Ramadhan Tahun Ini . Sementara itu... silahkan letakkan ponsel yang menyibukkan Sahabat Manyar dari berpikir dan merenung soal sisa waktu kita di bulan Ramadhan ini. Silahkan matikan-atau setidaknya kecilkan- lagu yang melupakan Sahabat Manyar dari kekhusyukan ibadah di akhir Ramadhan tahun ini. Terakhir, silahkan Sahabat Manyar tutup tab-tab  atau jende